January 04, 2011

ALTAR DALAM GEREJA KATOLIK

ASAL KATA “ALTAR”

Sebenarnya asal-usul kata “altar” kurang jelas, entah dari kata Latin “alta res” yang berarti “hal yang tinggi” atau “alta ara” yang berarti “altar yang tinggi”. Orang-orang Romawi kuno sudah membedakan dua macam altar: 
  1. “ara” merupakan altar kecil yang dapat dipindah-pindahkan, dipakai untuk kegiatan kultik orang biasa, untuk pengenangan orang mati, dsb; 
  2. “altare” merupakan altar yang lebih monumental, dibangun menjulang, khususnya untuk kegiatan kultik kaum kalangan atas. Umat Kristiani perdana meminjam istilah “altare” itu terutama untuk menunjuk pada meja Kurban Perjanjian Baru.

MAKNA DAN FUNGSI ALTAR

Di atas altar, Kurban Salib dihadirkan dalam rupa tanda-tanda sakramental. Altar adalah meja Tuhan; di sekelilingnya umat Allah berhimpun dan saling berbagi. Altar menjadi pusat kegiatan bersyukurnya umat. Altar, sebagai meja perjamuan kudus, seharusnya menjadi yang paling mulia dan paling indah. Hendaknya dirancang dan dibangun bagi keperluan kegiatan liturgis komunitas / umat. Altar adalah tanda Kristus; altar adalah simbol Kristus sendiri.

UMAT KRISTIANI JUGA MERUPAKAN ALTAR

Altar adalah simbol Kristus. Altar adalah juga Kristus sendiri. Itu memang makna simbolisasi liturgisnya. Namun dalam tataran spiritual ternyata altar juga menyimbolkan umat kristiani. Maksudnya, umat kristiani adalah altar-altar spiritual tempat kurban hidupnya dipersembahkan bagi Allah. St Ignatius dari Antiokhia, St Polikarpus, dan St Gregorius Agung pernah menyinggung gagasan ini. Orang kristiani yang memberikan dirinya sendiri, entah lewat doa maupun pengorbanan, menjadi batu-batu penjuru, di mana Yesus membangun altar Gereja-Nya. Dari altar mengalirlah spiritualitas jemaat dan setiap pribadi anggota Gereja.


SEBUTAN-SEBUTAN LAIN UNTUK ALTAR

Dalam buku liturgis tentang pemberkatan Gereja dan altar (Ordo Dedicationis Ecclesiae et Altaris, 1977) terdapat beberapa sebutan lain untuk altar, yakni: “meja sukacita”, “tempat persatuan dan perdamaian”, “sumber kesatuan dan persahabatan”, “pusat pujian dan syukur”. Sebutan-sebutan ini melengkapi makna utama sebuah altar sebagai meja kurban dan perjamuan.


ALTAR: MEJA KURBAN DAN MEJA PERJAMUAN

Altar sebagai Meja Kurban adalah bagi kurban salib yang diabadikan dalam misteri berabad-abad hingga kedatangan Kristus kembali. Altar sebagai Meja Perjamuan adalah bagi warga Gereja yang berkumpul untuk bersyukur dan berterimakasih kepada Allah dan menerima Tubuh dan Darah Kristus. Altar adalah Meja Tuhan!


ALTAR PERMANEN ATAU ALTAR GESER?

Suatu altar disebut altar permanen kalau dibangun melekat pada lantai sehinga tidak dapat dipindahkan; altar disebut altar geser kalau dapat dipindah-pindahkan. Sangat diharapkan agar dalam setiap gereja ada satu altar permanen, karena altar seperti ini secara jelas dan lestari menghadirkan Yesus Kristus, Sang Batu Hidup (1 Ptr 2:4; bdk Ef 2:20). 

Tetapi, di tempat-tempat lain yang dimanfaatkan untuk perayaan liturgi, cukup dipasang altar geser. Seturut tradisi Gereja, dan sesuai pula dengan makna simbolis altar, daun meja untuk altar permanen harus terbuat dari batu, bahkan dari batu alam. Tetapi Konferensi Uskup dapat menetapkan bahwa boleh juga digunakan bahan lain, asal sungguh bermutu, kuat, dan indah. Sedangkan penyangga atau kaki altar dapat dibuat dari bahan apapun, asal kuat dan bermutu. Altar geser dapat dibuat dari bahan apapun asal, me nurut pandangan masyarakat setempat, bermutu, kuat, dan selaras untuk digunakan dalam liturgi. 

Altar utama hendaknya dibangun terpisah dari dinding gereja, sehingga para pelayan dapat mengitarinya dengan mudah, dan imam, sedapat mungkin, memimpin perayaan Ekaristi dengan menghadap ke arah jemaat (Pedoman Umum Misale Romawi, No. 298-301).


LETAK ALTAR

Altar adalah titik pusat perhatian jemaat yang berkumpul. Namun, itu tidak berarti bahwa altar harus berada di titik pusat (aksis) bangunan gereja. Altar harus bisa dilihat oleh seluruh jemaat. Setiap kegiatan di sekitarnya harus terkomunikasikan dengan baik. Altar terletak di panti atau pelataran imam, yakni suatu area yang dikhususkan untuk pemimpin liturgi, dan membedakan dengan area jemaat. 

Wilayah panti imam biasanya lebih tinggi daripada wilayah tempat jemaat berhimpun. Selain meja altar, di panti imam juga terdapat ambo (meja Sabda), kursi imam (juga kursi Uskup jika di gereja katedral), kredens, tabernakel, dsb.


RELIKUI

Relikui adalah peninggalan fisik dari orang-orang kudus atau martir yang wafat demi iman akan Kristus. Relikui bisa berupa bagian dari tubuh, pakaian, dsb. Kebiasaan memasang relikui pada altar sudah berlangsung sejak berabad-abad. Biasanya yang disimpan adalah relikui dari tubuh atau bahkan jenasah sang martir atau orang kudus. Kini menyimpan relikui tidak lagi diharuskan. 

Relikui yang disimpan pada altar hendaknya tidak mengandung keraguan akan keasliannya. Maka, jika relikui itu kurang diyakini keotentikannya, lebih baik tidak disimpan di altar. Jika otentik, maka pemasangannya pun sebaiknya tidak “di atas altar” melainkan “di dalam atau di bawah altar” yang akan didedikasikan.


ARTI MENYIMPAN RELIKUI

Jangan disalahartikan. Kita tidak membangun altar bagi para kudus itu, melainkan bagi Allah yang Esa. Pengorbanan para kudus dan martir kita hormati dan kita kenangkan saat mendirikan altar itu. Maka, relikui itu diletakkan di bawah altar. Jangan pula sekali-kali meletakkan relikui, patung, atau gambar orang kudus atau martir di atas meja altar.


TATA CARA PENGUDUSAN ALTAR

Pada waktu pemberkatan gereja, biasanya altar juga dikuduskan. Garis besar tata caranya sebagai berikut:
  • perecikan altar dengan air suci;
  • doa Litani Para Kudus dan penempatan relikui martir atau santo-santa;
  • doa pemberkatan;
  • pengurapan altar dengan minyak krisma;
  • pendupaan altar;
  • pemakaian “kain putih” atau kain altar;
  • penyalaan lilin untuk altar.

Dari tata cara ini tampak bahwa seolah altar adalah seorang pribadi yang menjalani ritus inisiasi, pertama kali masuk ke dalam / sebagai anggota Gereja. Setelah menerima “pembaptisan” dan “penguatan”, maka altar mengalami “ekaristi”.


SATU ALTAR DALAM SATU GEREJA

Hanya ada satu altar dalam satu gedung gereja, supaya jelaslah makna Kristus sebagai satu-satunya Sang Penyelamat dan hanya ada satu Ekaristi dalam Gereja. Satu altar melambangkan satu jemaat yang berkumpul dan bersyukur di sekitar Sang Penyelamat.


PENDUPAAN ALTAR

Pendupaan altar memang bukan keharusan. Namun hendaknya dilakukan dalam perayaan meriah dan pada hari Minggu. Imam selebran mendupai altar dengan mengitarinya pada saat Ritus Pembuka dan awal Liturgi Ekaristi. Pendupaan kepada Imam, petugas lain, dan jemaat bertujuan mengingatkan bahwa semuanya adalah altar spiritual yang terkait erat dengan altar utama, yaitu Kristus sendiri.


WARNA KAIN ALTAR

Kain (taplak) altar berwarna putih. Ini seperti halnya baptisan baru yang menerima pakaian putih, yang melambangkan kebangkitan, hidup baru. Simbol-simbol yang menghiasi taplak altar hendaknya mempunyai makna yang sejalan dengan hakikat altar. Segala macam ornamen hendaknya tidak malah mengganggu konsentrasi jemaat, atau mengalahkan keberadaan Tubuh dan Darah Kristus. Hiasan bunga hendaknya tidak berlebihan dan ditempatkan di sekitar altar, bukan di atasnya (PUMR, No. 305).


YANG BOLEH DILETAKKAN DI ATAS ALTAR

Di atas altar hendaknya ditempatkan hanya barang-barang yang diperlukan untuk perayaan Misa, yakni sebagai berikut:

  1. dari awal perayaan sampai pemakluman Injil: Kitab Injil
  2. dari persiapan persembahan sampai pembersihan bejana-bejana: piala dengan patena, sibori, kalau perlu; dan akhirnya korporale, purifikatorium, dan Misale.
Di samping itu, microphone yang diperlukan untuk memperkeras suara imam hendaknya diatur secara cermat (Pedoman Umum Misale Romawi, No 306). 

Lilin seyogyanya ditaruh di atas atau di sekitar altar, sesuai dengan bentuk altar dan tata ruang panti imam (PUMR, No. 307). Juga di atas atau di dekat altar hendaknya dipajang sebuah salib dengan sosok Kristus tersalib (PUMR, No. 308).

2 comments:

  1. Altar.
    Kalau misa diadakan di lingkungan, menggunakan meja makan apakah itu disebut altar?
    Kalau di Gereja, sebelum dan sesudah misa, Altar tsb dicium nah kalau di lingkungan, harus kah?

    ReplyDelete
  2. Mengapa altar itu harus dikuduskan...
    Bukankah yg kudus utu hanya diperbolehkan utk Allah dan para malaikatnya

    ReplyDelete